[NC11-AM] Oleh Philips Vermonte, pendiri Jakartabeat.net dan peneliti CSIS
Sekali waktu, Homer Simpson mengatakan bahwa “musik rock and roll sudah mencapai puncak kesempurnaan pada tahun 1974.” Mungkin Homer, ayah Bart Simpson yang badung itu, termasuk seorang purist dalam hal selera musik. Ada sekelompok orang yang yakin bahwa musik-musik rock yang lahir setelah pertengahan 1970-an adalah pengulangan belaka, atau lebih ekstrim lagi, sampah. Yang jelas, saya tertarik ingin mengetahui mengapa Homer Simpson, atau tepatnya penulis script serial The Simpsons, berani-beraninya mengklaim bahwa musik rock selesai pada tahun 1974.Bila Anda menggemari serial The Simpsons, tentu Anda tahu bahwa serial ini cukup akrab dengan musik. Beberapa pemusik dan band-band rock and roll hebat pernah menjadi bintang tamu dan mengisi suara di sana. Sebut saja misalnya The Ramones, Michael Jackson, Smashing Pumpkins, Aerosmith, Red Hot Chili Peppers, Linda Ronstadt, U2, the B-52’s, Chris Martin Coldplay, hingga personil the Beatles Paul McCartney, Ringo Starr dan George Harrison. Melihat guest list semacam ini, bolehlah kita percaya bahwa penulis script The Simpsons memiliki wawasan musik yang luas dan tentunya punya alasan kuat untuk mengklaim mengapa ia (atau mereka?) yakin betul bahwa perkembangan musik rock and roll berpuncak pada tahun 1974.
Lantas saya mencoba mereka-reka alasan klaim itu. Kalau diperhatikan, benar bahwa antara tahun 1970-1974 banyak album-album legendaris yang menjadi dasar bagi musik-musik rock and roll yang lahir belakangan. Coba dengarkan album karya New York Dolls dengan judul sama, New York Dolls, yang dirilis tahun 1973. Dari situ kita bisa menduga dari mana band-band punk seperti The Ramones, the Clash, dan juga Sex Pistols mendapatkan inspirasinya.
Atau ambil album Paranoid (1971) dari Black Sabbath, maka kita bisa menduga siapa yang menjadi panutan bagi Nirvana, Metallica atau Slipknot. Juga album Led Zeppelin IV dari Led Zeppelin (1971) dengan lagu-lagu klasiknya “Black Dog” dan “Stairway to Heaven” yang menjadi cikal bakal hard-rock dan heavy metal.
Penggemar prog-rock juga mahfum, album terbesar Pink Floyd, Dark Side of the Moon dirilis pada tahun 1973. Dark Side of the Moon adalah album maha karya Pink Floyd yang belum tertandingi hingga kini. Bila ditarik sedikit ke belakang, cikal bakal prog-rock adalah rock opera yang dirintis oleh The Who. Eksperimen rock opera ala the Who berlanjut hingga album mereka Who’s Next (didalamnya terdapat lagu hit “Baba O’Riley” ) yang dirilis pada tahun 1971.
Mungkin juga, yang dimaksud Homer Simpson adalah Lou Reed, sang begawan rock and roll. Lou Reed sosok yang unik dengan jiwa berkesenian yang dalam. Ia juga dikenal seorang penyair dan penulis. “Bacaan”-nya luas, ia belajar sastra dan jurnalistik di Syracuse University. Tidak heran, lirik-lirik lagu yang ditulisnya amat kuat. Albumnya yang berjudul Berlin (1973) disebutnya sebagai “my version of Hamlet”, sangat muram.
Lou Reed adalah pendiri, penulis lirik dan lagu-lagu Velvet Underground, band yang sangat berpengaruh di akhir tahun 1960-an. Selain empat album Velvet Underground yang wajib dimiliki oleh mereka yang mengaku pecinta musik rock and roll dan album Berlin, ada satu album yang menurut saya adalah salah satu album terbaik Lou Reed, berjudul Transformer (1972).
Album ini diproduseri oleh David Bowie yang memuja Velvet Underground dan selalu mengatakan bahwa VU lah sumber inspirasinya. Ketika Lou Reed keluar dari VU dan membuat solo album keduanya (solo album pertamanya bertajuk Lou Reed, juga dirilis tahun 1972), David Bowie menawarkan dirinya untuk menjadi produser, membayar hutangnya atas inspirasi tak terhingga dari VU. Lou Reed menerimanya.
Jadilah album Transformer yang nikmat didengarkan. Selalu, Lou Reed (dan juga VU) terdengar berbeda. Berbeda karena musik dan lirik yang subversif, dengan tema-tema yang bahkan jarang diusung begitu terus terang. Sejak VU, Lou Reed dengan terus terang mengangkat tema-tema underground, mulai dari prostitusi, heroin, homoseksualitas, dan semacamnya. Tentu tema-tema ini akrab dengan rock and roll, namun bukan pula hal yang terlalu umum untuk diangkat dengan terlalu terang benderang.
The Beatles dengan lagu “Lucy in the Sky with Diamond” misalnya, membungkus halusinasi LSD dengan lirik yang sugestif. Atau album Pink Floyd pertama, Piper at the Gates of Dawn, penuh dengan nada dan bunyi-bunyian yang sangat boleh jadi adalah suara-suara halusinasi dibawah pengaruh LSD ketika Syd Barrett menggubah album itu. Namun lirik-lirik Piper at the Gates at Dawn dipengaruhi oleh cerita-cerita anak-anak.
Berbeda dengan Lou Reed. Tema-tema subversif diangkatnya dalam lirik yang terus terang, sementara sound musik-nya adalah rock and roll yang raw dan kasar. Karena itulah ia selalu berbeda. Lou Reed adalah ‘penemu’ bahwa distorsi gitar yang eksesif dan berisik adalah suara musik yang bisa nikmat terdengar. Bertahun-tahun kemudian, grup-grup semacam Sonic Youth, My Bloody Valentine, Jesus and the Mary Chain dan banyak band-band shoe-gazer tahun 1990-an menirunya.
Namun, toh tidak ada yang bisa membawa distorsi dan noise itu sampai pada titik ekstrim seperti pada album Lou Reed berjudul Metal Music Machine (1975) yang ‘hanya’ berisi suara distorsi dan feedback gitar listriknya, masing-masing sepanjang belasan menit, tanpa vokal. Lester Bangs, kritikus musik paling pedas, menyebut album ini jenius, walaupun tidak demikian dengan ribuan pembeli album itu yang mengembalikannya ke toko seminggu setelah mereka membelinya! Anak dan istri saya mendengarkan saya memutar piringan hitam album Loveless (1991) dari My Bloody Valentine segera protes, apalagi kalau harus mereka harus mendengarkan Metal Music Machine yang untungnya hanya saya miliki dalam format digital dalam iPod.
Album Transformer sering disebut sebagai bukti bahwa Lou Reed bisa nge-pop. Transformer memang terdengar paralel dengan album VU yang paling komersial, Loaded. Lagu-lagu agak poppish seperti “Sweet Jane”, “Who Loves the Sun”, dan “Rock and Roll”, bisa ditemukan paralelnya dalam album solo Transformer ini. Menariknya, Lou Reed keluar dari VU ketika album Loaded masih dalam proses rekaman persis karena ia menolak tekanan perusahaan rekaman yang memaksa VU menciptakan lagu-lagu hits yang disukai pasar, bukan sekedar memenuhi idealisme bermusik mereka.
Bahwa Transformer menjadi nge-pop adalah hal tak terhindarkan dengan David Bowie sebagai produsernya. David Bowie adalah inisiator glam rock yang menjadi populer tahun 1980-an lewat kelompok-kelompok hair metal semacam Bon Jovi, Poison dan Cinderella dengan lagu-lagu model sing along itu. Ketika memproduseri Transformer, David Bowie baru saja merilis album terbaiknya yang dianggap menjadi tonggak glam rock/glitter rock, yaitu The Rise and Fall of Ziggy Stardust (1972).
Tak heran, lagu-lagu dalam Transformer terdengar riang, playful dan menghentak. Sebut saja, “Vicious”, “Walk on the Wild Side”, “Andy’s Chest”, “I’m so Free”. Atau lagu balada semacam “Perfect Day”.
Toh, Lou Reed setia dengan lirik-lirik bertema subversif. “Walk on the Wild Side” berkisah tentang mereka yang berada “di sisi” jalan, kaum homoseks dan transvertites (Holly came from Miami FLA/Hitch-hiked her way across the USA/Plucked her eyebrows on the way/Shaved her leg and then he was a she/She said, hey babe, take a walk on the wild side/Said, hey honey, take a walk on the wild side).
Sementara, “Vicious” menyentuh seks yang agresif (Vicious, you hit me with a flower/You do it every hour/Oh, baby you're so vicious/Vicious, you want me to hit you with a stick/But all I've got is a guitar pick/Oh baby, you're so vicious).
Lou Reed pun bisa menjadi orang kebanyakan, yang membayangkan duduk berdua dengan kekasih di bangku taman dalam “Perfect Day”. Dan ia membebaskan dirinya dari tabu dan kekangan, seperti dideklarasikannya dalam lagu “I’m so Free” yang riang dan bersemangat (Oh - oh - oh, I'm so free/I'm so free/When I feel good, I'm so free .../Early in the morning,/I'm so free/Late in the evening, I'm so free, I'm so free ...)
Begitulah seharusnya semangat rock and roll. Membebaskan.
Bila tidak bersepakat dengan lirik-lirik vulgar Lou Reed dalam Transformer, kita masih bisa menikmati musiknya yang dahsyat. Uniknya, Lou Reed tidak menyukai album ini justru karena menjadi sukses dan komersial. Mungkin karena itu dia membuat album Metal Music Machine untuk menyeleksi fans-nya, memisahkan massa musik industrial dan penyuka musik idealisnya-nya yang jauh lebih terbatas jumlahnya. Entah Homer Simpson berada dalam kelompok yang mana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar