[NC11-AM] Suatu hari, lewat tengah malam di akhir minggu, bulan Agustus yang hangat, saat bus tur yang dinaiki melaju dijalan raya, Johny Winter duduk dalam keheningan di kursinya. Belum lewat satu jam yang lalu, ia turun dari panggung pertunjukan di Delaware, seusai bermain selama 75 menit, menjadi pucak sekaligus penutup acara Blues Festival di kota, Willmington.
Dan sekarang adalah saatnya menikmati waktu untuk beristirahat. Musik yang berasal dari Ipod 20 giga yang berisi sekitar 4500 lagu blues menemani istirahatnya, sementara satu pak Malboro dan geretan berwarna hitam miliknya, terletak didepannya. Mengundang selera.
Seandainya saja anda menyaksikan saat-saat setelah pertunjukan usai, anda tentu akan bisa memahami menggapa pemusik asal Texas yang dilahirkan 63 tahun yang lalu itu, memilih duduk beristirahat dalam ketenangan. Seorang demi seorang para penggemarnya antri untuk bisa bertemu pujaannya, uniknya mereka banyak yang ingat Johnny Winter sebagai rocker ketimbang seorang Blues Man. Dan diantara mereka banyak yang merasa tidak cukup dengan hanya bisa bertemu langsung dengan dirinya. Mereka juga ingin meneriakan sesutu mengenai masa lalu. Seorang pria, gendut, botak berkacamata, dengan usia sekitar 50 tahun, kelihatannya mabuk, namun masih agak sadar bersandar ke bis, mengarah ke jendela dimana Johnny berada berteriak “Hey Johnny Saya menyaksikan pertunjukanmu di Philladelphia pada tahun 1973 ! Kamu mengguncang arena !
Tidak sampai dua menit kemudian, seorang wanita dengan senyumannya, mengambil giliran, “Um.. Johnny, saya ragu apakan kamu masih ingat, namun saya pernah bertemu dengan kamu di belakang panggung, di New York saat kamu mengadakan pertunjukan pada tahun 1976, apakah masih ingat saya ?”
Terus bergiliran. “ Johnny saya menyaksikan kamu bersama Muddy Waters pada tahun 1977! Kamu dan Muddy memainkan Hoochie Coochie Man”. Sampai akhirnya jendela di samping Johnny Winter dengan penuh empati perlahan ditutup, dan gordyin yang ada disekitarnya ditarik, Bus pun mulai menggelinding, dan orang-orang itupun mulai lenyap dari pandangan, dan keheningan segera terasa menyergap.
“Kami melihat ini semua setiap Johnny memberikan tanda tangannya setiap habis pertunjukan,” ungkap Paul Nielsen, rhytm gitaris Johnny Winter , yang sejak akhir tahun 2005 bertindak sebagai pemandu karir Johnny Winter. “Mereka ingin menyentuh dia, bicara padanya, grab his jewelery, apa saja. Kecuali meninggalkan Johnny sendirian. Ia melihat betapa orang-orang itu begitu serius, berbicara tentang bagaimana, kapan dan dimana mereka bertemu Johnny Winter, atau bicara bagaimana musik Johny Winter merubah hidup mereka. Tapi Johnny kelihatannya malah terheran-heran, Bagaimana mungkin musiknya bisa menimbulkan akibat yang demikian luar biasa pada orang ? Ia betul-betul tak memahami semua ini.
Perlakuan penggemar seperti apa yang dikatakan oleh Paul Nielsen, bukanlah barang baru bagi Johnny Winter. Dari dulu memang selalu demikian. Dick Shurman, produser dari lima album Johnny Winter dan salah satunya, I’m The Bluesman, yang menjadi nominasi penghargaan Grammy pada tahun 2004, teringat pada saat ia berjalan-jalan dengan Johnny Winter di Chicago pada pertengahan tahun 80 an. “Semua orang ingin berinteraksi dengan dia.” “Kami harus mengungsikannya dari kerumunan orang.” “Ada yang ingin mengajaknya bertengkar, ada yang ingin mengajak berhubungan intim, memberi dia tape, mengajak dia mengkonsumsi narkoba. Segala macam, kecuali satu hal, meninggalkan Johnny Winter.”
KEMBALI KE BUS. Johnny sekarang tampak lebih nyaman. Ia menyalakan sebatang rokok, dan mulai ikut melantunkan lagu blues dari Son House yang keluar dari Ipodnya. Musik adalah jiwanya. Jika ia sedang terjaga, ia selalu mendengar musik. Johnny jarang memberi komentar lebih dari satu kalimat atas suatu hal, namun nama tokoh-tokoh musik ternama , terutama yang pernah bekerjasama dengan dirinya, sering bisa memancing komentar yang agak detail, yang hampir tak munkin muncul dalam dialog biasa.
Sebuah lagu dari Freddie King terdengar. “ Saya melakukan jamming dengan Freddie di sebuah tempat yang bernama Vulcan Gas Company di Austin pada tahun 1968.” Kata Johnny. “Kami merasakan kegembiraan bersama.” Belakangan ketika bus masih melaju, seseorang didekat Johnny bertanya mengenai komentar Johnny tentang MUDDY WATERS. “Dari semua pemusik dengan siapa saya pernah bekerja sama, saya paling terkesan bekerjasama dengan Muddy Waters.” Katanya, “Saya bangga dengan apa yang telah kami kerjakan bersama.”
Akhirnya ada yang menyebut nama Jimi Hendrix. “Saya tidak begitu mengenal dia,” katanya. “Meskipun kami sering melakukan Jamming”. Kemudian Jim Morrison (“Ia kerjaannya minum!”). Woodstock ? ( “Berlumpur dan penuh sesak”)
Winter juga ditanya tanggapannya terhadap kejadian yang ia alami beberapa jam yang lalu. Orang-orangnya, hal yang dibicarakan oleh mereka, cerita yang dikemukakan oleh mereka. Apakah tidak merasa terganggu mendengar cerita tentang masa lalu terus menerus ? “Semua orang punya cerita,” kata Johnny Winter sambil tertawa. “Namun beberapa di antara mereka bisa gila di suatu saat.”
Berakibat baik—atau lebih sering lagi….buruk, kehidupan Johnny selalu berada dalam dua kutub ekstrim.. Masalah kulit albinonya. Kepiawaiannya bermain gitar. Nilai kontrak yang luar biasa untuk enam albumnya dengan Columbia Records setelah artikel tentang dirinya muncul di majalah Rolling Stone pada tahun 1968, pujian para kritisi atas album-albumnya, seperti album Johnny Winter, Second Winter dan Progresive Blues Experiment atau keterlibatannya dengan narkoba yang mendalam .
Singkatnya, kehidupan Johnny Winter tidak ada yang ditengah-tengah. Keajaiban atau tragedi itulah biasanya. Namun diantara jatuh bangunnya seorang Johnny Winter, nampaknya tak ada yang lebih membuatnya terpuruk selain apa yang telah dilakukan oleh ex manajer Johnny Winter, Theodore “Teddy” Slatus terhadap Johnny Winter, demikian diungkapkan oleh Paul Nelson.
Slatus telah memanejeri Johnny Winter selama dua dekade sampai akhirnya Johnny Winter memecatnya melalui surat pada tanggal 25 Agustus 2005. Dan penanganan karir serta masalah keuangan yang dikelola oleh Slatus selama dua dekade sekarang menjadi suatu permasalahan tuntutan bernilai jutaan dollar yang dilakukan oleh pengacara Johnny Winter ( Slatus sendiri telah meninggal pada tanggal 3 November 2005—tidak sampai empat bulan setelah ditinggal mati oleh istrinya) Dari tuntutan yang dipersiapkan adalah pelanggaran kontrak dan pencederaan atas kepercayaan yang telah diberikan yang menyebabkan Johnny Winter rugi jutaan dollar. Namun kerugian jutaan dollar barulah sebagian dari kisah sedih Johnny Winter.
Tahun-tahun yang hilang
Tahun-tahun yang ‘hilang’ adalah kerugian Johnny Winter yang lain. Ini dimulai pada awal tahun 90 an. Sembuh dari kecanduan heroin, Johnny mengakui, ia mulai mengkonsumsi obat penenang. Digabung dengan pengobatan methadone yang sedang ia jalani ( kegemarannya meminum vodka} membuat semuanya menjadi lebih buruk. Karirnya menjadi terganggu, begitu juga kesehatannya. Hingga memasuki pergantian abad, Johnny Winter, sosok yang terkemuka dalam musik blues dan rock, seorang dewa gitar, seolah sedang menuju kesuatu akhir yang tragis.
Benarkah Slatus, saat menjadi manajer Johnny Winter, selalu mencekoki Winter dengan obat penenang—supaya Johnny dan segala kekayaannya selalu ada dalam kendali dirinya ? Tidak ada seorangpun yang bisa memastikannya. Slatus sudah meninggal. Johnny, seandainyapun ia ingin bicara, tampaknya tak akan bisa menjelaskan secara spesifik. Tapi Nelson yang mulai kenal dekat dengan Johnny Winter sejak pertemuan pertama mereka di tahun 2000 saat melakukan rekaman di Carriage House Recording Studio di Stamford, Connecticut ( Saat itu Nelson sedang melakukan rekaman), berpendapat jawabnya adalah ya.
“Tak ada seorangpun yang tahu pasti niat dia yang sebenarnya.” Kata Nelson. “Tapi saya punya perasaan demikian. Saat Johnny seharusnya akan menghentikan mengkonsumsi obat penenang (pada tahun 2004), Teddy memanggil dokternya Johnny. Begitu Johnny akan terjaga, Teddy berkata, Ada yang tak beres dengan Johnny. Ia terlalu banyak bertanya. Dokter sebetulnya sudah akan menghentikan pemakaian obat penenang untuk Johnny tapi Teddy berkata : Berikan lagi obat itu pada Johnny. Itu yang saya tahu.”
Pada saat itu Slatus, yang juga merupakan seorang pecandu narkoba dan sering keluar masuk panti rehabilitasi, sedang berjuang juga dengan masalahnya sendiri, dan Nelson seorang gitaris terkemuka dan session man yang cukup laris, dengan sukarela mengorbankan ambisi pribadinya ( yang selalu enggan disebut manajer) untuk mengisi kekosongan fungsi manajer Johnny Winter.
“Saya bekerjasama dengan dokter. Tiap saat melihat bagaimana efeknya jika Johnny berhenti mengkonsumsi obat penenang. Apakah membuatnya merasa kesakitan atau bagaimana. Tapi ketika manajernya berkata bahwa Johnny harus mengkonsumsi lagi, jelas itu suatu hal yang salah”
Nilson melihat ada persamaan kasus Johnny Winter dengan Slatus, dengan kasus Elvis dengan manajernya, Col. Tom Parker. Sang artis dianggap mesin uang, dengan laci yang selalu terbuka. Nelson menemukan kontrak dan arsip-arsip yang mengindikasikan adanya eksploitasi dari sang manajer terhadap Johnny Winter. Salah satu contohnya adalah dirilisnya paling tidak dua DVD Johnny Winter. Menurut Nelson tak perlu seorang Sherlock Holmes untuk mengetahui ini semua.
“Teddy meninggalkan semua berkas-berkas tersebut layaknya anak kecil,” kata Nelson. “Semuanya sangat jelas. Tidak perlu digali-gali. Semua terang benderang.
Nelson secara resmi mengambil alih fungsi manajemen Johnny Winter pada tahun 2005, begitu Slatus dipecat. Dan ia bertekad untuk membantu Johnny Winter untuk meningkatkan kembali karirnya, yang saat itu sedang memudar. Namun untuk itu Nelson harus berhadapan dengan masalah kesehatan Johnny Winter yang buruk. Berat badannya terus menyusut, hingga pernah mencapai 45 kg pada tahun 2003. Sedangkan pada tahun 2005 Johnny harus menjalani istirahat total selama 8 bulan, seusai menjalani operasi pegelangan tangan kiri, yang sempat menimbulkan spekulasi bahwa Johnny Winter akan pensiun selama-lamanya dari profesinya sebagai pemain gitar. Tak cukup dengan itu Johnny juga harus menghadapi masalah dengan pinggulnya yang cedera, yang membuatnya harus tampil duduk jika bermain dihadapan penontonnya ( pada tahun 2000, johnny pernah terjatuh di rumahnya, yang menyebabkan pinggulnya cedera, dan mengharuskan dirinya menunda jadwal turnya pada musim gugur tahun itu)
Di antara ‘perampokan hartanya’ dan setumpuk masalah fisiknya—disamping juga adanya tuntutan dari pihak penyelenggara pertunjukan karena digagalkannya tur Johnny Winter di Jerman—Johnny Winter juga memperoleh julukan dari para pengelola club dan pertunjukan, sebagai artis yang tidak dapat dipercaya. Praktis ia banyak menggagalkan rencana penampilannya, jikapun ada yang akhirnya ia bisa tampil, performanya tidaklah prima. Kepiawaiannya bermain gitar, yang dulu pernah membuat Jimi Hendrix berdecak kagum, telah jauh menurun. Dan yang lebih parah, Johnny tak menyadari ini semua.
“Kami sedang berkendaraan di daerah utara kota New York. Tiba-tiba Johnny Winter bertanya, Paul betulkah keadaan saya sangat buruk ? “ kata Nelson. “Johnny, maksud kamu, kamu tidak ingat ? Ya saya tidak ingat. Kamu bercanda kan ? Kondisi kamu sangat sangat sangat buruk. Untunglah sekarang banyak hal telah berubah—dan yang paling baik dari perubahan itu adalah—ia telah sadar akan suasana lingkungannya kembali. Ia sadar bahwa ia sekarang bertambah baik. Ia mampu mendengar, mampu merasakan baik yang secara fisik maupun yang dirasakan oleh hati. Era Teddy sekarang telah berakhir. Orang-orang sekarang tidak takut bicara apa adanya pada Johnny Winter. Ketika Teddy masih ada sungguh berbahaya bicara apa adanya pada Johnny. Resikonya besar. Bisa dipecat mendadak”.
Sekarang adalah tanggung jawab Nelson untuk menata ulang manajemen dan mengerjakan sesuatu yang selama tiga tahun belakangan ini nampak merupakan tugas yang bisa mebuat ciut orang yang menghadapinya, menyelamatkan keuangan Johnny Winter dimasa depan dan reputasi musiknya. Masalah keuangangan nampaknya akan bisa teratasi jika pihak Johnny memenangkan gugatan terhadap Teddy dan Johnny kembali melakukan tur. Sedangkan masalah warisan musiknya, dengan sedikit keberuntungan bisa jadi akan berpuncak di acara penganugerahan Rock & Roll Hall Of Fame, di Cleveland, Ohio. Dalam pikiran Nelson, jika Johnny bisa meraih penghargaan tersebut, perjalanan karir gitaris yang berasal dari Beaumont, Texas ini akan menjadi lengkap.
Jangan sebut ini sebagai “Come back.”
BERKAT perubahan cara hidup, diet yang ketat—dan makanan serta minuman bergizi—Sekarang berat badan Johnny telah menjadi sekitar 75 kilo. Ia kelihatan jauh lebih sehat dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2006 Johnny, sudah mampu melakukan 120 kali Show. Tahun 2007 dan tahun-tahun selanjutnya diharapkan Johnny akan lebih banyak tampil lagi. “Dia hidup untuk menjalani tur.” Kata Nelson. “Ia tipe orang malam. Ini tidak ada hubungan dengan kealbinoannya. Tak ada masalah dengan cahaya. Meskipun banyak orang yang berpikir begitu. Ia hanyalah orang yang menimati saat-saat tidurnya. Ia memang tidur lebih lama dari orang kebanyakan. Ia pergi tidur jam 2 malam, dan bangun pukul 4 besok sorenya. Ia bangun dan mulai mendengarkan musik. Sejatinya ia adalah seorang pemusik yang mencintai tur.”
Nelson juga melihat sesuatu yang lebih substansial pada Johnny Winter : Johnny sekarang suka berbicara, dan sadar akan situasi lingkungannya. Dan Johnny berkata pada Nelson, bahwa ia bosan tampil didepan penonton sambil duduk, ia sangat ingin tampil sambil berdiri, suatu hal yang sudah tahunan tidak Johnny lakukan. Selain itu ketamprilan Johnny dalam memainkan gitar juga sudah mulai pulih. Johnny sudah mampu memainkan kembali gitar Gibson Firebird vintage nya untuk memainkan lagu “Highway 61 Revisited” milik Bob Dylan, yang dimainkan dengan slide guitarnya, dan raungan vocal seraknya yang khas yang membuat Johnny ternama di tahun 70 an.
“Riff permainan gitarnya masih di sana.” Kata Nelson. “Cuma harus diakui permainannya sekarang agak lambat karena apa yang ia alami. Tapi jauh mengalami perbaikan. Ia mulai berani melakukan imrovisasi. Ia kembali main dengan cara lama, dimana lagu hanya menjadi semacam kerangka untuk melakukan improvisasi dan permainan solo. Semuanya dibiarkan mengalir , phrasingnya telah kembali, cara menyanyinya, semuanya. Namun satu hal, Johnny tak mau menyebut atau disebut apa yang dikerjakannya saat ini sebagai suatu comeback. Karena selama ini ia tak merasa kemana-mana. “Saya sangat beruntung,” kata Johnny. “Saya ingin bermain musik sepanjang hidup saya. Terus terang saya tak tahu harus berbuat apa jika tidak bermain musik.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar